Do'aku ....

Allahumma-rzuqni hubbaka wa hubba man yanfa'uni hubbuhu 'indaka. Allahumma ma razaqtani mimma uhibbu faj'alhu quwwatan li fima tuhibbu. Allahumma wa ma zawaita'anni mimma uhibbu faj'alhu faraghan li fimatuhibbu
Ya Allah, berilah aku rezeki cintaMu dan cinta orang yang bermanfaat buatku, cintanya di sisiMu.Ya Allah, segala yang Engkau rezekikan untukku di antara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan di antara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untukku dalam segala hal yang Engkau cintai. (HR. al Tarmidzi)

Friday, December 22, 2006

Kisah Yu Timah

Kisah yang dituturkan oleh Bpk. Ahmad Tohari yang dimuat dikolom resonansi Republika hari Senin, 18 Desember 2006, nyata-nyata telah membuat kita malu dimata Allah akan rezekinya yang telah kita terima selama ini.

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia?

Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta. Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.

Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. JadilahYu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.

Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya.

Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta. Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.

Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.

Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah. ''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil. ''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?'' ''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.'' ''Mau ambil berapa?'' tanya saya. ''Enam ratus ribu, Pak.'' ''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?'' Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu. ''Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''

Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban. ''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?'' ''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.'' ''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.'' Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.

Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.


Kesan Pribadi:
Kisah ini dikirim seorang teman. Kisah yang amat bagus, yang tidak urung juga mempermalukan diri sendiri. Betapa kurang bersyukurnya.. Sementara menghadapi tahun baru sibuk memikirkan gimana menghabiskan pergantian tahun dg berlibur, qta (upss.. it's only me maybe) malah melupakan hari berqurban, melewatkan begitu saja.. Sementara berusaha menyisihkan uang untuk membeli HP dg fasilitas kamera beserta kecanggihan lainnya, tapi untuk membeli seekor kambing saja susah banget ngumpulin uangnya. Hikss.. Jadi maluw.. Ayoo.. mulai nabung buat qurban tahun depan.. (thn ini ga keburu kali ya... mudah2an masih bisa ketemu Idul Adha tahun depan). Tp buat yang punya dana berlebih.. jangan ditunda2 lagi deh...

Wednesday, December 20, 2006

Di Padang Hijau


Menyusuri padang hijau yang lapang

dengan langitnya yang membentang

ditemani sosok yang bermata teduh

yang berbingkai senyum


Bercerita tentang indahnya warna kehidupan

Mereka mimpi dalam damainya cinta

Menapaki hijaunya rerumputan

Memandangi birunya cakrawala



Note:

A beautiful dream comes up when seing the picture, so ... there u c the dream :x lanjutannya nanti malem aja deh... hihihi

Cahaya Jiwa


Cahaya jiwa ini kugenggam

hingga kutemukan ruang hati yang merinduinya

mengisi separuh jiwa yang hampa

dari seorang pecinta surga


Tak kubiarkan tercuri

meski hati ini tergoda memberi

Cahaya ini akan tersimpan rapi

di kedalaman jiwa yang suci

hingga datangnya pecintanya yang sejati


Rindu ini menyeruak memenuhi separuh ruang jiwa

Tuhan... milik siapakah kerinduan ini?


CoLOrS oF mY LiFe

I want my life full of colors

Brown
symbol of humble earth
sometimes so tempting as sweet chocolate

Yellow
bright as the sunshine
cheerful and full of smile

Blue
so serene like the wide sky
so calm like the ocean
even sometimes dark clouds cover the sky
or big waves going through the ocean

Green
so fresh
so peaceful
so breathtaking

Red
warm, full of spirit
even sometimes hot

All colors blend in
so beautifully..
in a harmony
like a rainbow

It will be not perfect
but... it's my own
my creation
my imagination
my dreams
my hopes
my life

Whoever involves in my life
Will bring different colors and shades
Whatever happened in my life
Will make it more colorful, meaningful